Kamis, 29 Maret 2012

Bersiap menyambut April.....

Wow, April tinggal sebentar lagi!!...
Di awal bulan nanti, kita (kembali) akan menghadapi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak. Dengan rencana kenaikan tersebut, pro dan kontra pasti ada. Kita bisa lihat demo anti kenaikan BBM terjadi dimana-mana yang tak jarang berakhir dengan bentrok ataupun pemboikotan SPBU. Dan yang lebih mengejutkan, demo pro kenaikan BBM pun juga terjadi. Tentunya tindakan ini sangat merugikan. Namun yang lebih mengejutkan, demo PRO terhadap kenaikan BBM pun ada.

Terkait dengan pro kontra kenaikan harga BBM, saya termasuk dalam golongan pro dengan kenaikan tersebut, terlepas dari alasan Pemerintah mengalami defisit ataupun berkurangnya margin pemasukan dari sektor migas.

Saya lebih memandang kenaikan BBM ini dari kacamata lain, yaitu terkait dengan kesadaran masyarakat. Ya…semua bermula dari kesadaran masyarakat itu sendiri terhadap BBM. Selayaknya kita berpikir bahwa kita tau, minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumber daya alam non hayati yang sifatnya non renewable resource. Dengan sifatnya yang demikian, tentu lambat laun minyak dan gas bumi yang ada di Indonesia ini akan jadi barang langka dan pada akhirnya akan habis.
Sepantasnya masyarakat bertanya, apakah kita/mereka sudah benar-benar menggunakan BBM dengan sebaik-baiknya? Apakah selama ini pernah berfikir bagaimana bila migas ini habis nantinya? (mungkin kita/mereka atau anak cucu kita/mereka akan merasakan keadaan sebelum ada listrik).
Saya memandang, kenaikan harga BBM seharusnya menuntut masyarakat untuk mencari dan mencoba menggunakan energi lain selain migas.
Sebelumnya kita pernah dihadapkan dengan kenaikan harga LPG. Dampak positif kenaikan LPG adalah munculnya sumber energi alternatif yang digunakan sebagai penggantinya. Penggunaan biogas dari kotoran hewan dan manusia hingga biogas yang diperoleh dari limbah, salah satunya  limbah tahu (jadi inget KKN dulu: wawancara pemanfaatan limbah tahu).a
Indonesia mendapat sebutan sebagai Negara agraris. Beruntung kita berada di Negara dengan yang tanah subur. Nah…dari hasil alam ini lah muncul energi baru terbarukan yang berupa bahan bakar nabati. Bahan Bakar ini dapat diperoleh dari singkong, jagung, jarak, tebu, jambu mente, dan masih banyak lagi. Selain itu pemanfaatan sumber daya air, tenaga surya, maupun angin juga dapat menjadi sumber energi pengganti migas. Tak ada salahnya untuk mencoba bahan bakar alternatif ini sebagai bahan substitusi BBM .Namun, tentunya Pemerintah juga harus ikut campur tangan dalam meningkatkan energi baru terbarukan ini.

Tapi…membahas tentang ini jadi ingat sebuah celetuk dalam suatu candaan: “Tau BBM langka kok ya masih terus impor kendaraan berenergi BBM.”
Hahaha…benar juga..

Rabu, 28 Maret 2012

Peningkatan SDM di Bidang Migas melalui Optimalisasi Proyek Banyu Urip


Indonesia merupakan Negara yang kaya akan kekayaan alamnya, baik berupa sumber daya alam yang hayati maupun non hayati. Negara ini berlimpah kaya raya dengan sumber daya alam, termasuk sumber energy, minyak dan gas bumi, batu bara, sumber energi nabati, dan sumber energi lain bahkan  potensi gas nuklir.[1]
Minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumber daya alam non hayati yang dimiliki oleh Negara Indonesia. Meskipun sifatnya non renewable resource, namun komoditas minyak dan gas bumi masih menjadi andalan dalam peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Berdasarkan sensus 2010 diketahui bahwa pertumbuhan penduduk melebihi proyeksi nasional yaitu sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) 1,49 per tahun.[2] Bertambahnya jumlah penduduk dan makin tingginya mobilitas ekonomi, tidak diimbangi dengan bertambahnya jumlah minyak dan gas bumi. Cadangan minyak bumi Indonesia sudah mulai menipis, yang kini diperkirakan  hanya tersedia untuk jangka waktu sekitar 15 tahun.[3] Mengingat minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis yang tidak terbarukan dalam pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri, serta penting bagi sektor pembangunan, maka konstitusi Negara Republik Indonesia mengatur bahwa Negara berkuasa atas pengelolaan minyak dan gas bumi.
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menetapkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat. Mohammad Hatta pada seminar Penjabaran Pasal 33 UUD 1945 tahun 1977 menyatakan bahwa dikuasai oleh Negara tidak berarti Negara sendiri menjadi penguasa, usahawan, lebih tepat bahwa kekuasaan Negara terdapat pada membuat peraturan guna memperlancar jalan ekonomi, penyertaan modal, dan dalam bentuk perusahaan Negara untuk usaha-usaha tertentu.[4] Mengenai penguasaan Negara, diatur lebih lanjut dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi, yang menyebutkan bahwa Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh Negara. Sehingga Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis yang terkandung di dalam bumi Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai Negara. Penguasaan oleh Negara sebagaimana dimaksud di atas adalah agar kekayaan nasional tersebut dimanfaatkan bagi sebesar-besar kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Menurut Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, baik perseorangan, masyarakat maupun pelaku usaha, sekalipun memiliki hak atas sebidang tanah di permukaan, tidak mempunyai hak menguasai ataupun memiliki Minyak dan Gas Bumi yang terkandung dibawahnya.
Hak penguasaan oleh Negara akan minyak dan gas bumi yang merupakan kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak, ditegaskan pada Pasal 33 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia 1945 yang menyebutkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Hak penguasaan negara diselenggarakan oleh pemerintah. Salah satu tujuan penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi adalah menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi dan berkelanjutan atas Minyak dan Gas Bumi milik negara yang strategis dan tidak terbarukan melalui mekanisme yang terbuka dan transparan.
Karena penguasaan Negara dalam bentuk pengusahaan bahan galian tidak semuanya harus dilakukan oleh Negara, maka penguasaan Negara dalam lingkup pengusahaan dapat diserahkan atau dikuasakan kepada badan hukum/ perseorangan untuk mengusahakannya dengan suatu Kuasa Pertambangan (mining authorization) dan/atau melalui suatu perjanjian/ kontrak kerjasama.[5] Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang disahkan pada tanggal 23 Nopember 2001 memberikan definisi tentang Kuasa Pertambangan. Menurut Pasal 1 angka 5, Kuasa Pertambangan adalah wewenang yang diberikan Negara kepada Pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi. Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi merupakan kegiatan usaha Hulu. Pemerintah, dalam hal ini adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai pemegang Kuasa Pertambangan.
Terkait dengan sumber daya alam yang berupa minyak dan gas bumi, Indonesia memiliki salah satu daerah penghasil minyak dan gas atau biasa disebut dengan ladang minyak yang tertua di dunia, yaitu Cepu. Ladang minyak tertua di dunia ini sebetulnya dimulai saat Belanda berada di Indonesia sekitar tahun 1870 dan produksinya dimulai pada tahun 1887 antara lain ladang Kuti dan Kruka di selatan Surabaya. Lebih dari 30 ladang minyak diketemukan sebelum tahun 1920. Produksi kumulatif sampai sekarang telah melebihi  220 juta barel. Di daerah Cepu sendiri 3 ladang yang ditemukan menjelang tahun 1900, sedangkan ladang Kawengan diketemukan pada tahun 1927, dan telah menghasilkan lebih dari 120 juta barel.[6] Dulunya, ladang minyak Cepu hanya difungsikan sebagai wahana pendidikan bidang perminyakan yang diberi nama Akademi Migas di Cepu .[7]
Terkait dengan Blok Cepu, yang merupakan wilayah operasi minyak, wilayahnya tidak hanya mencakup di wilayah Cepu dan sekitarnya. Di mana 90 persen wilayah operasi Blok Cepu masuk di Kabupaten Bojonegoro yang menyimpan kekayaan minyak luar biasa. Dari sekitar 40 sumur yang dikerjakan Exxon Mobil melalui anak perusahaannya, Mobil Cepu Limited (MCL), dan Pertamina, diperkirakan mengandung 600 juta barel minyak, dan gas 1,7 triliun hingga 2 triliun kaki kubik (TCF). Di lapangan, diperkirakan Blok Cepu menyimpan kandungan minyak 250 juta barel. Pada kondisi puncak (2013), operator akan mampu memproduksi minyak 250.000 barel per hari atau setara dengan 20 persen produksi minyak Indonesia saat ini.[8] Karena Cepu telah dikenal sejak jaman penjajahan Belanda sebagai ladang minyak dan gas bumi maka cadangan minyak dan gas bumi yang terdapat di Bojonegoro dinamakan Blok Cepu.
Guna memaksimalkan potensi minyak dan gas bumi yang terdapat di Blok Cepu, maka pada tanggal 17 September 2005 ditandatangani Kontrak Kerja Sama (KKS) Blok Cepu oleh pemerintah dengan Komite Operasi Bersama Exxon Mobil dan Pertamina. Mobil Cepu Ltd, anak perusahaan Exxon Mobil, yang menguasai saham 25,5 persen bertindak sebagai operator Blok Cepu. Saham lainnya dimiliki Pertamina EP Cepu, anak perusahaan Pertamina sebesar 50 persen dan Ampolex (Cepu) Pte Ltd 24,5 persen. Dalam Kontrak Kerja Sama (KKS) Blok Cepu yang ditandatangani pada 17 September 2005, bagian negara mencapai 85%, Pertamina 6,75%, Exxon Mobil 6,75% dan BUMD 1,5%.[9]
Pengertian Kontrak Kerja Sama menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dengan pembagian demikian, seharusnya Negara diuntungkan dan dapat mensejahterakan rakyat Indonesia, khususnya bagi rakyat di daerah penghasil minyak.
Menteri ESDM Jero Wacik yang dilantik oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 19 Oktober 2011, mengusung motto “minyak untuk kesejahteraan rakyat”. Setiap tetes minyak yang keluar adalah untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.[10] Terkait dengan perjanjian bagi hasil minyak antara Pemerintah dan Exxon Mobil, beliau berjanji mengutamakan kesejahteraan rakyat di daerah penghasil minyak yaitu Bojonegoro dan Cepu. Perhatian khusus yang diberikan, salah satunya adalah pemberian pelatihan khusus di pusat pendidikan dan latihan (Pusdiklat) Migas di Cepu bagi warga di dua daerah tersebut agar menjadi tenaga utama di industri migas Blok Cepu. Kesejahteraan rakyat, khususnya di daerah penghasil minyak harus segera diwujudkan. Oleh karena itu, pemberian pendidikan dan pelatihan harus dilaksanakan guna peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Apabila Indonesia memiliki SDM yang berkualitas, khususnya dibidang minyak dan gas bumi, maka Indonesia dapat semaksimal mungkin memanfaatkan kekayaan alamnya.
Pusdiklat merupakan salah satu unit di Badan Pendidikan dan Pelatihan Energi dan Sumber Daya Mineral. Dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 18 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, terdapat Menurut Pasal 785 Permen No. 18 tahun 2010, Badan Pendidikan dan Pelatihan Energi dan Sumber Daya Mineral (Badiklat ESDM) mempunyai tugas melaksanakan pendidikan dan pelatihan di bidang energi dan sumber daya mineral. Pusdiklat Migas mempunyai tugas melaksanakan pendidikan dan pelatihan di bidang Minyak dan Gas Bumi. Pusdiklat Migas yang terletak di Kecamatan Cepu memiliki kilang migas sebagai sarana pendidikan dan pelatihan serta membantu pemerintah dalam penyediaan dan pemenuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) di daerah Kabupaten Blora dan sekitarnya, termasuk persediaan minyak bakar (residu) untuk industri kecil (pabrik gamping, batu bara, dan genteng). Kilang tersebut merupakan aset ESDM yang perlu dilindungi keberadaannya termasuk pengembangannya dalam jangka panjang untuk menjamin ketersediaan jenis BBM tertentu dalam negeri.
Kesejahteraan rakyat di sekitar Cepu dan Bojonegoro dapat diwujudkan salah satunya dengan pengoptimalan proyek Banyu Urip yang merupakan lapangan produksi Blok Cepu. Proyek Banyu Urip dikembangkan oleh Mobil Cepu Ltd. (MCL), anak perusahaan Exxon Mobil Corporation, kontraktor Badan Pelaksanan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) untuk Blok Cepu.[11] Lapangan Banyu Urip di Bojonegoro diprediksi mengandung minyak lebih dari 450 juta per barel dan direncanakan bisa dapat memproduksi 165.000 barel minyak per hari. Dengan pelaksanaan proyek Banyu Urip ini, diharapkan pemerintah dapat memberikan kesejahteraan pada masyarakat di sekitar Cepu dan Bojonegoro. Apabila proyek ini benar-benar dioptimalkan maka  banyak tenaga kerja Indonesia yang akan dipekerjakan oleh Mobil Cepu Ltd. beserta kontraktornya selama kurang lebih tiga puluh enam bulan masa pengembangan proyek ini. Selain itu, yang lebih penting lagi, dengan adanya proyek ini maka akan tersedia kesempatan bagi para pekerja untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan, yang dapat diterapkan pada pengembangan proyek serupa di masa depan, khususnya pada industri minyak dan gas.
Peningkatan ketrampilan dan pengetahuan di bidang minyak dan gas bumi juga dapat dilakukan dengan memaksimalkan aset ESDM yang terdapat di Cepu, yaitu dengan pemanfaatan Kilang Pusdiklat Migas Cepu. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa dulunya, ladang minyak Cepu hanya difungsikan sebagai wahana pendidikan bidang perminyakan dan kilang Pusdiklat Migas merupakan aset ESDM yang harus dimanfaatkan dan dilindungi keberadaannya. Selain itu, dalam Pasal 40 ayat (5) Undang-Undang No. 22 tahun 2001 menyebutkan bahwa Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat. Oleh karena itu, maka dengan adanya Kontrak Kerjasama antara Pemerintah dengan Exxon Mobil, khususnya dalam proyek Banyu Urip,  pemerintah dapat menembangkan lingkungan dan masyarakat setempat salah satunya dengan memberikan pasokan berupa minyak mentah ke Kilang Pusdiklat Migas Cepu. Di mana minyak yang dipasok ke Kilang Pusdiklat Migas tersebut akan digunakan sebagai sarana pendidikan dan pelatihan guna pengembangan dan peningkatan Sumber Daya Manusia dan memenuhi kebutuhan BBM di wilayah Cepu dan sekitarnya. Aspek dalam pengembangan Sumber Daya Manusia tersebut meliputi aspek perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi. Sehingga agar menjamin kepastian hukum dalam pemasokan minyak mentah, maka Pusdiklat Migas Cepu dan Mobil Cepu Ltd sebagai pemegang operasi Blok Cepu, harus mengikatkan diri dalam sebuah perjanjian.


[1].http://anjari.blogdetik.com/2011/03/14/indonesia-tikus-mati-di-lumbung-padi/#ixzz1bu2IQDd6, 26 Oktober 2011.
[4] Ibrahim R, Prospek BUMN dan Kepentingan Umum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), halaman 70.
[5] Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, (Yokyakarta: UII Press, 2004), halaman 3.

Tugas 1 : Sosiologi Hukum


Ruang Lingkup dan Kegunaan Sosiologi Hukum

            Sosiologi hukum melihat hukum tidak pernah bekerja dalam lingkungan yang hampa. Berbagai struktur, kelembagaan, dan proses dalam masyarakat berada dan bekerja berdampingan dengan hukum. Bahkan dapat juga dikatakan, hukum merupakan bagian dari proses sosial yang lebih besar, tetapi biasanya dikatakan, antara hukum dan masyarakat terhadap hubungan saling memasuki dan saling mempengaruhi.

Ruang Lingkup Sosiologi Hukum:
·            Pembentukan pola-pola perikelakuan
·            Hukum dan pola-pola perikelakuan sebagai ciptaan serta wujud daripada keinginan-keinginan kelompok-kelompok sosial
·            Kekuatan-kekuatan yang membentuk, menyebarluaskan, atau merusak pola-pola perilakuan yang bersifat yuridis

Kegunaan sosiologi hukum adalah:
1.         Sosiologi hukum berguna untuk memberikan kemampuan-kemampuan bagi pemahaman terhadap hukum dalam konteks sosial.
2.         Penguasaan konsep-konsep sosiologi hukum dapat memberkan kemampuan-kemampuan untuk mengadakan analisa terhadap efektivitas hukum dalam masyarakat, baik sebagai sarana pengendali sosial, sarana untuk mengubah masyarakat dan sarana untuk mengatur interaksi social, agar mencapai keadaan-keadaan social tertentu.
3.         Sosiologi hukum memberikan kemungkinan-kemungkinan serta kemampuan untuk mengadakan evaluasi terhadap efektivitas hukum di dalam masyarakat.


Kegunaan tersebut secara terperinci dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.         Taraf organisasi dalam masyarakat:
a.       Sosiologi hukum dapat mengungkapkan ideologi dan falsafah yang mempengaruhi perencanaan, pembentukan dan penegakan hukum
b.      Dapat diidentifikasinya unsur-unsur kebudayaan manakah yang mempengaruhi isi atau substansi hukum
c.       Lembaga-lembaga manakah yang sangat berpengaruh di dalam pembentukan hukum dan penegakannya
2.         Taraf golongan dalam masyarakat
a.       Pengungkapan daripada golongan-golongan manakah yang sangat menentukan di dalam pembentukan dan penerapan hukum
b.      Golongan-golongan manakah di dalam masyarakat yang beruntung atau sebaliknya malahan dirugikan dengan adanya hukum-hukum tertentu
c.       Kesadaran hukum daripada golongan-golongan tertentu dalam masyarakat
3.         Taraf individual
a.       Identifikasi terhadap unsur-unsur hukum yang dapat mengubah perikelakuan warga masyarakat
b.      Kekuatan, kemampuan, dan kesungguhan hati dari para penegak hukum dalam melaksanakan fungsinya
c.       Kepatuhan daripada warga-warga masyarakat terhadap hukum, baik yang berwujud kaidah-kaidah yang menyangkut kewajiban-kewajiban maupun hak-hak, maupun perilaku yang teratur

Sumber:
Rahardjo, Satjipto, Sosiologi Hukum Perkembangan Metode dan Pemilihan Masalah, (Yogyakarta: Genta Publishing: 2010)
Soekanto, Soerjono, Pokok-Pokok Sosiologi dalam Hukum, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada: 2005)
Soekanto, Soerjono, Pokok-Pokok Sosiologi dalam Hukum, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada: 1988)

Tak Ada Salahnya

Menulis…
“sudah dari TK dulu aku belajar menulis.”
Bukan belajar tulis huruf Alfabet maupun angka yang dimaksud di sini, melainkan menyusun rangkaian huruf atau angka, kata, kalimat, hingga paragraph yang bermakna dan dapat dimengerti.
Menulis itu mudah bagi yang terbiasa atau bahkan bagi seorang yang berkarakter ekstrovert, yang mampu mengekspresikan segala emosi dalam dirinya. Seorang ekstrovert terkesan lebih supel dan lebih suka dengan suasana ramai. Lain halnya dengan seorang Introvert. Ia lebih menutup diri dan lebih tenang pada suasana hening sehingga tak mudah bagiku untuk berkata secara tertulis.
Di masa popular menulis diary
Sedari diary popular semasa aku duduk di bangku Sekolah Dasar bahkan sampai aku SMP, tak sedikit pun aku berminat untuk menulis setiap moment yang ada dalam diary. Alasannya simple, tak lain adalah privacy. Meskipun diary pun sifatnya juga privacy, tapi, entahlah…namanya juga ga suka.
Era blog
Saat diary tak lagi popular menjadi media curhat, blog menjadi pilihan. Mengapa saat ini blog menjadi lebih popular dibandingkan dengan diary yang sepertinya lebih privacy dibandingkan dengan blog yang bisa diakses siapapun. Mungkin bukan masanya lagi. “Privacy adalah juga milik umum”, sepertinya cocok untuk masa kini. Tapi sepanjang itu bermanfaat, ga ada salahnya kok..
Begitu juga aku, saatnya menjadi blogger
Adanya Program Fast Track yang mengharuskan para pesertanya memiliki blog, mau ga mau ya harus menulis. Keterpaksaan yang (pasti) akan bermanfaat. Gimana ga bermanfaat, dengan diperkenalkannya kita pada dunia blog ini kita jadi ga gaptek alias gagap teknologi. Jaman sudah begini masa’ masih gaptek??
Kini saatnya aku mencoba menulis..menulis…menulis…
Kemauan (keharusan) untuk menulis secara sadar maupun tidak mengajak kita untuk kreatif serta merangsang pikiran dan hati kita untuk lebih peduli dengan apa yang ada di sekitar. Semoga coretan-coretan yang entah bagaimana struktur kata, isi, bahkan maknanya dapat membawa bermanfaat. Akhir kata, tak ada salahnya (mencoba) menulis.