Rabu, 28 Maret 2012

Peningkatan SDM di Bidang Migas melalui Optimalisasi Proyek Banyu Urip


Indonesia merupakan Negara yang kaya akan kekayaan alamnya, baik berupa sumber daya alam yang hayati maupun non hayati. Negara ini berlimpah kaya raya dengan sumber daya alam, termasuk sumber energy, minyak dan gas bumi, batu bara, sumber energi nabati, dan sumber energi lain bahkan  potensi gas nuklir.[1]
Minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumber daya alam non hayati yang dimiliki oleh Negara Indonesia. Meskipun sifatnya non renewable resource, namun komoditas minyak dan gas bumi masih menjadi andalan dalam peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Berdasarkan sensus 2010 diketahui bahwa pertumbuhan penduduk melebihi proyeksi nasional yaitu sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) 1,49 per tahun.[2] Bertambahnya jumlah penduduk dan makin tingginya mobilitas ekonomi, tidak diimbangi dengan bertambahnya jumlah minyak dan gas bumi. Cadangan minyak bumi Indonesia sudah mulai menipis, yang kini diperkirakan  hanya tersedia untuk jangka waktu sekitar 15 tahun.[3] Mengingat minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis yang tidak terbarukan dalam pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri, serta penting bagi sektor pembangunan, maka konstitusi Negara Republik Indonesia mengatur bahwa Negara berkuasa atas pengelolaan minyak dan gas bumi.
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menetapkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat. Mohammad Hatta pada seminar Penjabaran Pasal 33 UUD 1945 tahun 1977 menyatakan bahwa dikuasai oleh Negara tidak berarti Negara sendiri menjadi penguasa, usahawan, lebih tepat bahwa kekuasaan Negara terdapat pada membuat peraturan guna memperlancar jalan ekonomi, penyertaan modal, dan dalam bentuk perusahaan Negara untuk usaha-usaha tertentu.[4] Mengenai penguasaan Negara, diatur lebih lanjut dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi, yang menyebutkan bahwa Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh Negara. Sehingga Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis yang terkandung di dalam bumi Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai Negara. Penguasaan oleh Negara sebagaimana dimaksud di atas adalah agar kekayaan nasional tersebut dimanfaatkan bagi sebesar-besar kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Menurut Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, baik perseorangan, masyarakat maupun pelaku usaha, sekalipun memiliki hak atas sebidang tanah di permukaan, tidak mempunyai hak menguasai ataupun memiliki Minyak dan Gas Bumi yang terkandung dibawahnya.
Hak penguasaan oleh Negara akan minyak dan gas bumi yang merupakan kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak, ditegaskan pada Pasal 33 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia 1945 yang menyebutkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Hak penguasaan negara diselenggarakan oleh pemerintah. Salah satu tujuan penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi adalah menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi dan berkelanjutan atas Minyak dan Gas Bumi milik negara yang strategis dan tidak terbarukan melalui mekanisme yang terbuka dan transparan.
Karena penguasaan Negara dalam bentuk pengusahaan bahan galian tidak semuanya harus dilakukan oleh Negara, maka penguasaan Negara dalam lingkup pengusahaan dapat diserahkan atau dikuasakan kepada badan hukum/ perseorangan untuk mengusahakannya dengan suatu Kuasa Pertambangan (mining authorization) dan/atau melalui suatu perjanjian/ kontrak kerjasama.[5] Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang disahkan pada tanggal 23 Nopember 2001 memberikan definisi tentang Kuasa Pertambangan. Menurut Pasal 1 angka 5, Kuasa Pertambangan adalah wewenang yang diberikan Negara kepada Pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi. Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi merupakan kegiatan usaha Hulu. Pemerintah, dalam hal ini adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai pemegang Kuasa Pertambangan.
Terkait dengan sumber daya alam yang berupa minyak dan gas bumi, Indonesia memiliki salah satu daerah penghasil minyak dan gas atau biasa disebut dengan ladang minyak yang tertua di dunia, yaitu Cepu. Ladang minyak tertua di dunia ini sebetulnya dimulai saat Belanda berada di Indonesia sekitar tahun 1870 dan produksinya dimulai pada tahun 1887 antara lain ladang Kuti dan Kruka di selatan Surabaya. Lebih dari 30 ladang minyak diketemukan sebelum tahun 1920. Produksi kumulatif sampai sekarang telah melebihi  220 juta barel. Di daerah Cepu sendiri 3 ladang yang ditemukan menjelang tahun 1900, sedangkan ladang Kawengan diketemukan pada tahun 1927, dan telah menghasilkan lebih dari 120 juta barel.[6] Dulunya, ladang minyak Cepu hanya difungsikan sebagai wahana pendidikan bidang perminyakan yang diberi nama Akademi Migas di Cepu .[7]
Terkait dengan Blok Cepu, yang merupakan wilayah operasi minyak, wilayahnya tidak hanya mencakup di wilayah Cepu dan sekitarnya. Di mana 90 persen wilayah operasi Blok Cepu masuk di Kabupaten Bojonegoro yang menyimpan kekayaan minyak luar biasa. Dari sekitar 40 sumur yang dikerjakan Exxon Mobil melalui anak perusahaannya, Mobil Cepu Limited (MCL), dan Pertamina, diperkirakan mengandung 600 juta barel minyak, dan gas 1,7 triliun hingga 2 triliun kaki kubik (TCF). Di lapangan, diperkirakan Blok Cepu menyimpan kandungan minyak 250 juta barel. Pada kondisi puncak (2013), operator akan mampu memproduksi minyak 250.000 barel per hari atau setara dengan 20 persen produksi minyak Indonesia saat ini.[8] Karena Cepu telah dikenal sejak jaman penjajahan Belanda sebagai ladang minyak dan gas bumi maka cadangan minyak dan gas bumi yang terdapat di Bojonegoro dinamakan Blok Cepu.
Guna memaksimalkan potensi minyak dan gas bumi yang terdapat di Blok Cepu, maka pada tanggal 17 September 2005 ditandatangani Kontrak Kerja Sama (KKS) Blok Cepu oleh pemerintah dengan Komite Operasi Bersama Exxon Mobil dan Pertamina. Mobil Cepu Ltd, anak perusahaan Exxon Mobil, yang menguasai saham 25,5 persen bertindak sebagai operator Blok Cepu. Saham lainnya dimiliki Pertamina EP Cepu, anak perusahaan Pertamina sebesar 50 persen dan Ampolex (Cepu) Pte Ltd 24,5 persen. Dalam Kontrak Kerja Sama (KKS) Blok Cepu yang ditandatangani pada 17 September 2005, bagian negara mencapai 85%, Pertamina 6,75%, Exxon Mobil 6,75% dan BUMD 1,5%.[9]
Pengertian Kontrak Kerja Sama menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dengan pembagian demikian, seharusnya Negara diuntungkan dan dapat mensejahterakan rakyat Indonesia, khususnya bagi rakyat di daerah penghasil minyak.
Menteri ESDM Jero Wacik yang dilantik oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 19 Oktober 2011, mengusung motto “minyak untuk kesejahteraan rakyat”. Setiap tetes minyak yang keluar adalah untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.[10] Terkait dengan perjanjian bagi hasil minyak antara Pemerintah dan Exxon Mobil, beliau berjanji mengutamakan kesejahteraan rakyat di daerah penghasil minyak yaitu Bojonegoro dan Cepu. Perhatian khusus yang diberikan, salah satunya adalah pemberian pelatihan khusus di pusat pendidikan dan latihan (Pusdiklat) Migas di Cepu bagi warga di dua daerah tersebut agar menjadi tenaga utama di industri migas Blok Cepu. Kesejahteraan rakyat, khususnya di daerah penghasil minyak harus segera diwujudkan. Oleh karena itu, pemberian pendidikan dan pelatihan harus dilaksanakan guna peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Apabila Indonesia memiliki SDM yang berkualitas, khususnya dibidang minyak dan gas bumi, maka Indonesia dapat semaksimal mungkin memanfaatkan kekayaan alamnya.
Pusdiklat merupakan salah satu unit di Badan Pendidikan dan Pelatihan Energi dan Sumber Daya Mineral. Dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 18 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, terdapat Menurut Pasal 785 Permen No. 18 tahun 2010, Badan Pendidikan dan Pelatihan Energi dan Sumber Daya Mineral (Badiklat ESDM) mempunyai tugas melaksanakan pendidikan dan pelatihan di bidang energi dan sumber daya mineral. Pusdiklat Migas mempunyai tugas melaksanakan pendidikan dan pelatihan di bidang Minyak dan Gas Bumi. Pusdiklat Migas yang terletak di Kecamatan Cepu memiliki kilang migas sebagai sarana pendidikan dan pelatihan serta membantu pemerintah dalam penyediaan dan pemenuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) di daerah Kabupaten Blora dan sekitarnya, termasuk persediaan minyak bakar (residu) untuk industri kecil (pabrik gamping, batu bara, dan genteng). Kilang tersebut merupakan aset ESDM yang perlu dilindungi keberadaannya termasuk pengembangannya dalam jangka panjang untuk menjamin ketersediaan jenis BBM tertentu dalam negeri.
Kesejahteraan rakyat di sekitar Cepu dan Bojonegoro dapat diwujudkan salah satunya dengan pengoptimalan proyek Banyu Urip yang merupakan lapangan produksi Blok Cepu. Proyek Banyu Urip dikembangkan oleh Mobil Cepu Ltd. (MCL), anak perusahaan Exxon Mobil Corporation, kontraktor Badan Pelaksanan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) untuk Blok Cepu.[11] Lapangan Banyu Urip di Bojonegoro diprediksi mengandung minyak lebih dari 450 juta per barel dan direncanakan bisa dapat memproduksi 165.000 barel minyak per hari. Dengan pelaksanaan proyek Banyu Urip ini, diharapkan pemerintah dapat memberikan kesejahteraan pada masyarakat di sekitar Cepu dan Bojonegoro. Apabila proyek ini benar-benar dioptimalkan maka  banyak tenaga kerja Indonesia yang akan dipekerjakan oleh Mobil Cepu Ltd. beserta kontraktornya selama kurang lebih tiga puluh enam bulan masa pengembangan proyek ini. Selain itu, yang lebih penting lagi, dengan adanya proyek ini maka akan tersedia kesempatan bagi para pekerja untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan, yang dapat diterapkan pada pengembangan proyek serupa di masa depan, khususnya pada industri minyak dan gas.
Peningkatan ketrampilan dan pengetahuan di bidang minyak dan gas bumi juga dapat dilakukan dengan memaksimalkan aset ESDM yang terdapat di Cepu, yaitu dengan pemanfaatan Kilang Pusdiklat Migas Cepu. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa dulunya, ladang minyak Cepu hanya difungsikan sebagai wahana pendidikan bidang perminyakan dan kilang Pusdiklat Migas merupakan aset ESDM yang harus dimanfaatkan dan dilindungi keberadaannya. Selain itu, dalam Pasal 40 ayat (5) Undang-Undang No. 22 tahun 2001 menyebutkan bahwa Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat. Oleh karena itu, maka dengan adanya Kontrak Kerjasama antara Pemerintah dengan Exxon Mobil, khususnya dalam proyek Banyu Urip,  pemerintah dapat menembangkan lingkungan dan masyarakat setempat salah satunya dengan memberikan pasokan berupa minyak mentah ke Kilang Pusdiklat Migas Cepu. Di mana minyak yang dipasok ke Kilang Pusdiklat Migas tersebut akan digunakan sebagai sarana pendidikan dan pelatihan guna pengembangan dan peningkatan Sumber Daya Manusia dan memenuhi kebutuhan BBM di wilayah Cepu dan sekitarnya. Aspek dalam pengembangan Sumber Daya Manusia tersebut meliputi aspek perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi. Sehingga agar menjamin kepastian hukum dalam pemasokan minyak mentah, maka Pusdiklat Migas Cepu dan Mobil Cepu Ltd sebagai pemegang operasi Blok Cepu, harus mengikatkan diri dalam sebuah perjanjian.


[1].http://anjari.blogdetik.com/2011/03/14/indonesia-tikus-mati-di-lumbung-padi/#ixzz1bu2IQDd6, 26 Oktober 2011.
[4] Ibrahim R, Prospek BUMN dan Kepentingan Umum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), halaman 70.
[5] Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, (Yokyakarta: UII Press, 2004), halaman 3.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar