Indonesia merupakan Negara yang kaya
akan kekayaan alamnya, baik berupa sumber daya alam yang hayati maupun non
hayati. Negara ini berlimpah kaya raya
dengan sumber daya alam, termasuk sumber energy, minyak dan gas bumi, batu
bara, sumber energi nabati, dan sumber energi lain bahkan potensi gas
nuklir.[1]
Minyak dan gas bumi merupakan salah
satu sumber daya alam non hayati yang dimiliki oleh Negara Indonesia. Meskipun
sifatnya non renewable resource,
namun komoditas minyak dan gas bumi masih menjadi andalan dalam peningkatan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Berdasarkan sensus 2010 diketahui bahwa
pertumbuhan penduduk melebihi proyeksi nasional yaitu sebesar 237,6 juta jiwa
dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) 1,49 per tahun.[2]
Bertambahnya jumlah penduduk dan makin tingginya mobilitas ekonomi, tidak
diimbangi dengan bertambahnya jumlah minyak dan gas bumi. Cadangan minyak bumi
Indonesia sudah mulai menipis, yang kini diperkirakan hanya tersedia untuk
jangka waktu sekitar 15 tahun.[3]
Mengingat minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis yang tidak
terbarukan dalam pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri, serta penting bagi
sektor pembangunan, maka konstitusi Negara Republik Indonesia mengatur bahwa
Negara berkuasa atas pengelolaan minyak dan gas bumi.
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menetapkan bahwa bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan sebesar-besar
untuk kemakmuran rakyat. Mohammad Hatta pada seminar Penjabaran Pasal 33 UUD
1945 tahun 1977 menyatakan bahwa dikuasai oleh Negara tidak berarti Negara
sendiri menjadi penguasa, usahawan, lebih tepat bahwa kekuasaan Negara terdapat
pada membuat peraturan guna memperlancar jalan ekonomi, penyertaan modal, dan
dalam bentuk perusahaan Negara untuk usaha-usaha tertentu.[4]
Mengenai penguasaan Negara, diatur lebih lanjut dalam Pasal 4 ayat (1)
Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi, yang menyebutkan
bahwa Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan
yang terkandung di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan
nasional yang dikuasai oleh Negara. Sehingga Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber
daya alam strategis yang terkandung di dalam bumi Wilayah Hukum Pertambangan
Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai Negara. Penguasaan oleh Negara
sebagaimana dimaksud di atas adalah agar kekayaan nasional tersebut
dimanfaatkan bagi sebesar-besar kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Menurut
Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi,
baik perseorangan, masyarakat maupun pelaku usaha, sekalipun memiliki hak atas
sebidang tanah di permukaan, tidak mempunyai hak menguasai ataupun memiliki
Minyak dan Gas Bumi yang terkandung dibawahnya.
Hak penguasaan oleh Negara akan minyak dan gas bumi yang merupakan
kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak, ditegaskan pada Pasal 33
ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia 1945 yang menyebutkan bahwa
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara. Hak penguasaan negara diselenggarakan oleh
pemerintah. Salah satu tujuan penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas
bumi adalah menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha
Eksplorasi dan Eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya
saing tinggi dan berkelanjutan atas Minyak dan Gas Bumi milik negara yang
strategis dan tidak terbarukan melalui mekanisme yang terbuka dan transparan.
Karena
penguasaan Negara dalam bentuk pengusahaan bahan galian tidak semuanya harus
dilakukan oleh Negara, maka penguasaan Negara dalam lingkup pengusahaan dapat
diserahkan atau dikuasakan kepada badan hukum/ perseorangan untuk
mengusahakannya dengan suatu Kuasa Pertambangan (mining authorization) dan/atau melalui suatu perjanjian/ kontrak
kerjasama.[5]
Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang disahkan pada
tanggal 23 Nopember 2001 memberikan definisi tentang Kuasa Pertambangan. Menurut
Pasal 1 angka 5, Kuasa Pertambangan adalah wewenang yang diberikan Negara
kepada Pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi.
Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi merupakan kegiatan usaha Hulu. Pemerintah,
dalam hal ini adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai
pemegang Kuasa Pertambangan.
Terkait dengan sumber daya
alam yang berupa minyak dan gas bumi, Indonesia memiliki salah satu daerah
penghasil minyak dan gas atau biasa disebut dengan ladang minyak yang tertua di
dunia, yaitu Cepu. Ladang minyak tertua di dunia ini sebetulnya dimulai
saat Belanda berada di Indonesia sekitar tahun 1870 dan produksinya dimulai
pada tahun 1887 antara lain ladang Kuti dan Kruka di selatan Surabaya. Lebih
dari 30 ladang minyak diketemukan sebelum tahun 1920. Produksi kumulatif sampai
sekarang telah melebihi 220 juta barel. Di daerah Cepu sendiri 3 ladang
yang ditemukan menjelang tahun 1900, sedangkan ladang Kawengan diketemukan pada
tahun 1927, dan telah menghasilkan lebih dari 120 juta barel.[6] Dulunya, ladang minyak Cepu hanya difungsikan sebagai
wahana pendidikan bidang perminyakan yang diberi nama Akademi Migas di Cepu .[7]
Terkait dengan Blok Cepu, yang merupakan wilayah operasi minyak,
wilayahnya tidak hanya mencakup di wilayah Cepu dan sekitarnya. Di mana 90
persen wilayah operasi Blok Cepu masuk di Kabupaten Bojonegoro yang menyimpan
kekayaan minyak luar biasa. Dari sekitar 40 sumur yang dikerjakan Exxon Mobil
melalui anak perusahaannya, Mobil Cepu Limited (MCL), dan Pertamina,
diperkirakan mengandung 600 juta barel minyak, dan gas 1,7 triliun hingga 2
triliun kaki kubik (TCF). Di lapangan, diperkirakan Blok Cepu menyimpan
kandungan minyak 250 juta barel. Pada kondisi puncak (2013), operator akan
mampu memproduksi minyak 250.000 barel per hari atau setara dengan 20 persen
produksi minyak Indonesia saat ini.[8]
Karena Cepu telah dikenal sejak
jaman penjajahan Belanda sebagai ladang minyak dan gas bumi maka cadangan minyak
dan gas bumi yang terdapat di Bojonegoro dinamakan Blok Cepu.
Guna memaksimalkan potensi minyak dan gas bumi yang terdapat di Blok
Cepu, maka pada tanggal 17 September 2005 ditandatangani Kontrak Kerja Sama (KKS) Blok Cepu oleh pemerintah dengan
Komite Operasi Bersama Exxon Mobil dan Pertamina. Mobil Cepu Ltd, anak
perusahaan Exxon Mobil, yang menguasai saham 25,5 persen bertindak sebagai
operator Blok Cepu. Saham lainnya dimiliki Pertamina EP Cepu, anak perusahaan
Pertamina sebesar 50 persen dan Ampolex (Cepu) Pte Ltd 24,5 persen. Dalam Kontrak
Kerja Sama (KKS) Blok Cepu yang ditandatangani pada 17 September 2005, bagian
negara mencapai 85%, Pertamina 6,75%, Exxon Mobil 6,75% dan BUMD 1,5%.[9]
Pengertian Kontrak Kerja Sama menurut Undang-Undang No. 22 Tahun
2001 adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam
kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan
hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dengan pembagian
demikian, seharusnya Negara diuntungkan dan dapat mensejahterakan rakyat
Indonesia, khususnya bagi rakyat di daerah penghasil minyak.
Menteri ESDM Jero Wacik yang dilantik oleh Presiden Republik
Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 19 Oktober 2011, mengusung
motto “minyak untuk kesejahteraan rakyat”. Setiap tetes minyak yang keluar adalah
untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.[10]
Terkait dengan perjanjian bagi hasil minyak antara Pemerintah dan Exxon Mobil, beliau
berjanji mengutamakan kesejahteraan rakyat di daerah penghasil minyak yaitu
Bojonegoro dan Cepu. Perhatian khusus yang diberikan, salah satunya adalah
pemberian pelatihan khusus di pusat pendidikan dan latihan (Pusdiklat) Migas di
Cepu bagi warga di dua daerah tersebut agar menjadi tenaga utama di industri
migas Blok Cepu. Kesejahteraan rakyat, khususnya di daerah penghasil minyak
harus segera diwujudkan. Oleh karena itu, pemberian pendidikan dan pelatihan
harus dilaksanakan guna peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia.
Apabila Indonesia memiliki SDM yang berkualitas, khususnya dibidang minyak dan
gas bumi, maka Indonesia dapat semaksimal mungkin memanfaatkan kekayaan
alamnya.
Pusdiklat
merupakan salah satu unit di Badan Pendidikan dan Pelatihan Energi dan Sumber
Daya Mineral. Dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 18
Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral, terdapat Menurut Pasal 785 Permen No. 18 tahun 2010, Badan Pendidikan
dan Pelatihan Energi dan Sumber Daya Mineral (Badiklat ESDM) mempunyai tugas
melaksanakan pendidikan dan pelatihan di bidang energi dan sumber daya mineral.
Pusdiklat Migas mempunyai tugas melaksanakan pendidikan dan pelatihan di bidang
Minyak dan Gas Bumi. Pusdiklat Migas yang terletak di Kecamatan Cepu memiliki
kilang migas sebagai sarana pendidikan dan pelatihan serta membantu pemerintah
dalam penyediaan dan pemenuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) di daerah Kabupaten
Blora dan sekitarnya, termasuk persediaan minyak bakar (residu) untuk industri
kecil (pabrik gamping, batu bara, dan genteng). Kilang tersebut merupakan aset
ESDM yang perlu dilindungi keberadaannya termasuk pengembangannya dalam jangka
panjang untuk menjamin ketersediaan jenis BBM tertentu dalam negeri.
Kesejahteraan
rakyat di sekitar Cepu dan Bojonegoro dapat diwujudkan salah satunya dengan
pengoptimalan proyek Banyu Urip yang merupakan lapangan produksi Blok Cepu. Proyek Banyu Urip dikembangkan oleh Mobil Cepu Ltd. (MCL),
anak perusahaan Exxon Mobil Corporation, kontraktor Badan Pelaksanan Kegiatan
Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) untuk Blok Cepu.[11] Lapangan Banyu Urip di Bojonegoro diprediksi mengandung
minyak lebih dari 450 juta per barel dan direncanakan bisa dapat memproduksi
165.000 barel minyak per hari. Dengan pelaksanaan proyek Banyu Urip ini, diharapkan
pemerintah dapat memberikan kesejahteraan pada masyarakat di sekitar Cepu dan
Bojonegoro. Apabila proyek ini benar-benar dioptimalkan maka banyak tenaga kerja
Indonesia yang akan dipekerjakan oleh Mobil Cepu Ltd. beserta kontraktornya
selama kurang lebih tiga puluh enam bulan masa pengembangan proyek ini. Selain
itu, yang lebih penting lagi, dengan adanya proyek ini maka akan tersedia
kesempatan bagi para pekerja untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan,
yang dapat diterapkan pada pengembangan proyek serupa di masa depan, khususnya pada
industri minyak dan gas.
Peningkatan ketrampilan dan pengetahuan di bidang minyak dan
gas bumi juga dapat dilakukan dengan memaksimalkan aset ESDM yang terdapat di
Cepu, yaitu dengan pemanfaatan Kilang Pusdiklat Migas Cepu. Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, bahwa dulunya, ladang minyak Cepu hanya difungsikan
sebagai wahana pendidikan bidang perminyakan dan kilang
Pusdiklat Migas merupakan aset ESDM yang harus dimanfaatkan dan dilindungi
keberadaannya. Selain itu, dalam Pasal 40 ayat (5) Undang-Undang No. 22 tahun
2001 menyebutkan bahwa Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan
kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ikut
bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat. Oleh
karena itu, maka dengan adanya Kontrak
Kerjasama antara Pemerintah dengan Exxon Mobil, khususnya dalam proyek Banyu
Urip, pemerintah dapat menembangkan
lingkungan dan masyarakat setempat salah satunya dengan memberikan pasokan berupa
minyak mentah ke Kilang Pusdiklat Migas Cepu. Di mana minyak yang dipasok ke
Kilang Pusdiklat Migas tersebut akan digunakan sebagai sarana pendidikan dan
pelatihan guna pengembangan dan peningkatan Sumber Daya Manusia dan memenuhi
kebutuhan BBM di wilayah Cepu dan sekitarnya. Aspek dalam pengembangan Sumber
Daya Manusia tersebut meliputi aspek
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi. Sehingga agar menjamin kepastian hukum dalam pemasokan minyak
mentah, maka Pusdiklat Migas Cepu dan Mobil Cepu Ltd sebagai pemegang operasi
Blok Cepu, harus mengikatkan diri dalam sebuah perjanjian.
[1].http://anjari.blogdetik.com/2011/03/14/indonesia-tikus-mati-di-lumbung-padi/#ixzz1bu2IQDd6, 26 Oktober
2011.
[3] http://www.indomigas.com/sisa-cadangan-minyak-indonesia-15-tahun/,
26 Oktober 2011
[4] Ibrahim R, Prospek BUMN dan
Kepentingan Umum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), halaman 70.
[5] Abrar Saleng, Hukum
Pertambangan, (Yokyakarta: UII Press, 2004), halaman 3.
[8] http://bukanblokcepu.blogspot.com/2011_09_01_archive.html.
12 Desember 2011
[9] http://www.bpmigas.go.id/wp-content/uploads/2011/02/Edisi.21.pdf. 12 Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar