Rabu, 09 Mei 2012

PENERAPAN AZAS KEPERCAYAAN, KERAHASIAAN, DAN KEHATI-HATIAN DALAM UU NO. 23 TAHUN 1999, 7 TAHUN 1992, DAN 10 TAHUN 1998

       Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, bank seharusnya menerapkan azas kepercayaan, kerahasiaan serta kehati-hatian.

Azas kepercayaan harus diterapkan karena bank merupakan lembaga kepercayaan. Prinsip kepercayaan adalah suatu asas yang melandasi hubungan antara bank dan nasabah bank. Bank berusaha dari dana masyarakat yang disimpan berdasarkan kepercayaan, sehingga setiap bank perlu menjaga kesehatan banknya dengan tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat. Dalam hal ini, nasabah melihat apakah bank tersebut mampu mengelola uang yang disertakan nasabahnya atau tidak. Begitu pula bank, dimana dengan menerapkan azas ini, bank dapat menilai apakan nasabah dapat dipercaya integritasnya dilihat dari aspek kepentingan bank.

Azas kerahasiaan dimaksudkan bahwa bank harus merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Sedangkan Azas kehati-hatian merupakan azas dimana bank harus hati-hati dalam memberikan kredit pada nasabahnya. Bank harus tau benar siapa yang akan menjadi nasabahnya. prinsip yang diterapkan oleh bank untuk mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk melaporkan setiap transaksi yang mencurigakan. Tujuan yang hendak dicapai dalam penerapan azas mengenal nasabah adalah meningkatkan peran lembaga keuangan dengan berbagai kebijakan dalam menunjang praktik lembaga keuangan, menghindari berbagai kemungkinan lembaga keuangan dijadikan ajang tindak kejahatan dan aktivitas illegal yang dilakukan nasabah, dan melindungi nama baik dan reputasi lembaga keuangan. Serta bank dalam menjalankan kegiatan usaha baik dalam penghimpunan terutama dalam penyaluran dana kepada masyarakat harus sangat berhati-hati. Tujuan dilakukannya prinsip kehati-hatian ini agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan baik dan mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku di dunia perbankan. 

Ketiga azas tersebut termuat baik secara implisit maupun eksplisit dalam Pasal maupun ayat yang terdapat dalam UU No. 23 tahun 1999, UU No. 7 tahun 1992, serta UU No.10 tahun 1998.

-       Azas Kepercayaan:

Dalam UU 23 tahun 1999

Pasal 24

Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari Bank, melaksanakan pengawasan Bank, dan mengenakan sanksi terhadap Bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 58 ayat (1)

Bank Indonesia wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat secara terbuka melalui media massa pada setiap awal tahun anggaran yang memuat :

a.    evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan moneter pada tahun sebelumnya;

b.  rencana kebijakan moneter dan penetapan sasaran-sasaran moneter untuk tahun yang akan datang dengan mempertimbangkan sasaran laju inflasi serta perkembangan kondisi ekonomi dan keuangan.

 

Dalam UU No. 7 tahun 1992

            Pasal 9 ayat (1)

Bank Umum yang menyelenggarakan kegiatan penitipan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 6 huruf i, bertanggung jawab untuk menyimpan harta milik penitip, dan memenuhi kewajiban lain sesuai dengan kontrak.

Pasal 29 ayat (1), (2), (3), (4)

(1) Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.

(2) Bank Indonesia menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas asset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank.

(3) Bank wajib memelihara kesehatan bank sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan wajib melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati hatian.

(4) Dalam memberikan kredit dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.

Penjelasan Pasal 6 huruf i

Dalam melakukan kegiatan penitipan, bank menerima titipan harta penitip dengan mengadministrasikannya secara terpisah dari kekayaan bank. Mutasi dari barang titipan dilaksanakan oleh bank atas perintah penitip.

Penjelasan Pasal 11

Pemberian kredit oleh bank mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya, sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan bank. Mengingat bahwa kredit tersebut bersumber dari dana masyarakat yang disimpan pada bank, maka risiko yang dihadapi bank dapat berpengaruh pula kepada keamanan dana masyarakat tersebut. Oleh karena itu untuk memelihara kesehatan dan meningkatkan daya-tahannya, bank diwajibkan menyebar risiko dengan mengatur penyaluran kredit, pemberian jaminan maupun fasilitas lain sedemikian rupa sehingga tidak terpusat pada debitur atau kelompok debitur tertentu.

Penjelasan Pasal 16 ayat (1)

Kegiatan menghimpun dana dari masyarakat oleh siapapun pada dasarnya merupakan kegiatan yang perlu diawasi, mengingat dalam kegiatan itu terkait kepentingan masyarakat yang dananya disimpan pada pihak yang menghimpun dana tersebut.
Sehubungan dengan itu dalam ayat ini ditegaskan bahwa kegiatan menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan hanya dapat dilakukan oleh suatu pihak, setelah pihak yang bersangkutan terlebih dahulu memperoleh izin usaha, sebagai Bank Umum atau sebagai Bank Perkreditan Rakyat.

Namun demikian, di masyarakat terdapat pula jenis lembaga lainnya yang juga melakukan kegiatan menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan atau semacam simpanan, misalnya yang dilakukan oleh kantor pos, oleh dana pensiun, atau oleh perusahaan asuransi. Kegiatan lembaga-lembaga tersebut tidak dicakup sebagai kegiatan usaha perbankan, berdasarkan ketentuan dalam ayat ini.

Terhadap kegiatan menghimpun dana masyarakat yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut, diatur dengan Undang-undang tersendiri beserta peraturan pelaksanaannya.

Penjelasan Pasal 29 ayat (1), (2), (3), (4)

Mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan, maka setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dan memelihara kepercayaan masyarakat padanya. Sejalan dengan itu Bank Indonesia diberi wewenang dan kewajiban untuk membina serta melakukan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya baik yang bersifat preventif dalam bentuk ketentuan-ketentuan, petunjuk, nasehat, bimbingan dan pengarahan maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan

Penjelasan Pasal 29 ayat (5)

Informasi yang disediakan untuk nasabah tersebut adalah informasi mengenai tingkat risiko dari kegiatan yang menjadi sasaran penggunaan atau penempatan dana.

Apabila informasi telah disediakan, maka bank dianggap telah melaksanakan ketentuan ini. Informasi tersebut perlu diberikan oleh bank, dalam hal bank bertindak sebagai perantara dalam melakukan penempatan dana dari nasabah atau membeli/menjual surat berharga untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya.

Penjelasan Pasal 30 ayat (1) dan (2)

Kewajiban penyampaian keterangan dan penjelasan yang berkaitan dengan kegiatan usaha suatu bank kepada Bank Indonesia diperlukan mengingat keterangan tersebut dibutuhkan untuk memantau keadaan dari suatu bank. Pemantauan keadaan bank perlu dilakukan dalam rangka melindungi dana masyarakat dan menjaga keberadaan lembaga perbankan. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan hanya dapat ditumbuhkan apabila lembaga perbankan dalam kegiatan usahanya selalu berada dalam keadaan sehat. Oleh karena itu, dalam rangka memperoleh kebenaran atas laporan yang disampaikan oleh bank, Bank Indonesia diberi wewenang untuk melakukan pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada pada bank.

 

Dalam UU No. 10 tahun 1998

Pasal 29 ayat (3)

Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.

Pasal 37 B ayat (1)

Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan.

 

-       Azas Kerahasiaan

Dalam UU 23 tahun 1999

            Pasal 14 ayat (4)

Bank Indonesia atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib merahasiakan sumber dan data individual sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kecuali yang secara tegas dinyatakan lain dalam undang-undang.

Pasal 30 ayat (2)

Pihak lain yang melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan keterangan dan data yang diperoleh dalam pemeriksaan.

 

Dalam UU No. 7 tahun 1992

            Pasal 1 angka 16

Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan

Pasal 30 ayat (1), (2), dan (3)

(1) Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia, segala keterangan, dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

(2) Bank atas permintaan Bank Indonesia, wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya, serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang bersangkutan.

(3) Keterangan tentang bank yang diperoleh berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak diumumkan dan bersifat rahasia.

Pasal 31 ayat (1) dan (2)

(1) Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.

(2) Dalam hal diperlukan untuk menetapkan kebijaksanaan makro, dewan moneter dapat meminta Bank Indonesia untuk:

a. menyampaikan laporan mengenai hasil pemeriksaan bank yang diperlukan;

b. melakukan pemeriksaan khusus terhadap bank, dan melaporkan hasil pemeriksaan yang dilakukannya.

Pasal 32

Jika dianggap perlu, Menteri dapat pula meminta Bank Indonesia untuk menyampaikan laporan mengenai hasil pemeriksaan bank atau meminta Bank Indonesia untuk melakukan pemeriksaan khusus terhadap bank dan melaporkan hasil pemeriksaan yang dilakukannya.

Pasal 33 ayat (1)

Laporan pemeriksaan bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 32 bersifat rahasia.

Pasal 40 ayat (1)

Bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44.

Pasal 44 ayat (1) dan (2)

(1) Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain.

(2) Ketentuan mengenai tukar menukar informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.

Penjelasan Pasal 40 ayat (1)

Dalam hubungan ini yang menurut kelaziman wajib dirahasiakan oleh bank adalah seluruh data dan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari orang dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya.
Kerahasiaan ini diperlukan untuk kepentingan bank sendiri yang memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila dari bank ada jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak akan disalahgunakan. Dengan adanya ketentuan tersebut ditegaskan bahwa bank harus memegang teguh rahasia bank.

Walaupun demikian pemberian data dan informasi kepada pihak lain dimungkinkan, yaitu berdasarkan Pasal 41, Pasal 42,Pasal 43 dan Pasal 44

Penjelasan Pasal 43

Dalam hal perkara perdata antara bank dengan nasabahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, bank dapat menginformasikan keadaan keuangan nasabah yang dalam perkara serta keterangan lain yang berkaitan dengan perkara tersebut, tanpa izin dari Menteri.

Penjelasan Pasal 44 ayat (1) dan (2)

Ayat (1)

Tukar menukar informasi antar bank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari suatu bank yang lain. Dengan demikian bank dapat menilai tingkat risiko yang dihadapi, sebelum melakukan suatu transaksi dengan nasabah atau dengan bank lain.

Ayat (2)

Dalam ketentuan yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia antara lain diatur mengenai tata cara penyampaian dan permintaan informasi serta bentuk dan jenis informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indikator secara garis besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan, dan masuk tidaknya debitur yang bersangkutan dalam daftar kredit macet.

Penjelasan Pasal 45

Apabila permintaan pembetulan oleh pihak yang merasa dirugikan akibat keterangan yang diberikan oleh bank tidak dipenuhi oleh bank, maka masalah tersebut dapat diajukan oleh pihak yang bersangkutan ke Pengadilan yang berwenang.

 

 Dalam UU No. 10 tahun 1998

             Pasal 1 angka 28 

   Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah    penyimpan dan simpanannya." 

             Pasal 29 ayat (4)

         Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.

            Pasal 40 ayat (1)

          Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44 A.

      Pasal 42 A

      Bank wajib memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A dan Pasal 42.

      Pasal 44 A

  1. Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan tersebut. 

  2. Dalam hal Nasabah Penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan tersebut.

         Pasal 47 angka 1 dan2

  1. Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah)

  2. Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

 

-       Azas Kehati-hatian

            Dalam UU 23 tahun 1999

Pasal 25

(1) Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur Bank, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian.

(2) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.

Pasal 61 ayat (4)

(4) Bank Indonesia wajib mengumumkan laporan keuangan tahunan Bank Indonesia kepada publik melalui media massa.

 

            Dalam UU No. 7 tahun 1992

Pasal 2

Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.

Pasal 8

Dalam memberikan kredit, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.

Pasal 29 ayat (1), (2), (3), (5)

(1) Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.

(2) Bank Indonesia menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas asset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank.

(3) Bank wajib memelihara kesehatan bank sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan wajib melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati hatian.

(5) Untuk kepentingan nasabah., bank menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian bagi transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.

Pasal 35

Bank wajib mengumumkan neraca dan perhitungan laba/rugi dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Penjelasan Pasal 8

Kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pembelian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank.

Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitur.
Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan hutangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan "agunan tambahan".

 

Dalam UU No. 10 tahun 1998

Pasal 16 ayat (1)

Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-undang tersendiri.

Pasal 29 ayat (1) dan (2)

(1)  Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.

(2)  Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar